Tim Bola Indonesia Menuju Kebangkitan
Sepakbola mampu membangkitkan uforia yang begitu luar biasa di negeri ini. Melalui sepakbola nasionalisme semakin terlihat dari setiap lapisan masyarakat. Sepakbola tidak hanya menyuguhkan sebuah pertandingan. Lebih dari itu ada sebuah kekuatan besar yang mampu membakar rasa kebangsaan masyarakat di negeri ini. Sebuah nilai intrinsik dari sebuah permainan, melaluinya masyarakat tidak menghiraukan suku, ras dan agama. Semua berkumpul menjadi satu dukungan bagi timnas tercinta. Lautan merah begitu membanjiri Gelora Bung Karno ketika Timnas bertanding, suara gemuruh didalamnya membuat bergetar dada kita sebagai insan di negeri ini. Begitupun di luar stadion, di rumah rumah, kafe, lapangan, bahkan jalan raya pun di jadikan tempat nonton bareng. Dari tukang becak, pengamen, pengusaha, wakil- wakil rakyat, petani bahkan ibu- ibu rumah tanggapun larut dalam kebersamaan mendukung Timnas. Sungguh Eufhoria yang begitu luar bisa.
Tentu saja semangat seperti ini harus terus di pertahankan. Nasionalisme begitu penting, setidaknya untuk membangkitkan kekuatan negeri ini ditengah carut marutnya berbagai persoalaan yang menimpa. Sepakbola bisa dijadikan semacam terapi yang ampuh, semangat pembangunan, dan kebersamaan yang padu bahwa inilah saatnya negeriku bicara. Walaupun hanya melalui cabang olah raga.
Timnas saat ini dengan wajah pemain mudanya begitu impresif. Tak pelak tim racikan Alfred riedl ini. Ajang piala AFF 2010 menjadi pembuktian kekuatan Timnas, walaupun belum juara, terlepas dari faktor non teknis Timnas sudah mengukir prestasi indah dengan hanya sekali kalah dari semua laga ajang AFF 2010. Peringkat nasional Timnas pun melesat ke posisi 18 se Asia dan ke-125 di dunia.
Sejak bergulirnya Piala AFF sejak 1996 atau piala Tiger saat itu, Indonesia belum sekalipun mendapatkan gelar. Riedl meracik pemain dengan apik, perpaduan pemain tua senior dan junior sungguh apik. Dengan memasukan muka- muka baru di timnas yang rata- rata masih belia, di tambah dua pemain naturalisasi Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim. Indonesia tampil begitu perkasa. Permainan yang sangat indah dengan bola bola yang pendek dan tajam di setiap lini sungguh memanjakan mata setiap menonton pertandingan. Barang kali memang inilah timnas terbaik yang pernah dimiliki Indonesia selama ini.
Ajang seperti piala AFF bisa dijadikan tonggak kebangkitan sepak bola kita, mengingat begitu banyak turnamen kelas dunia yang belum mampu di capai. Ada olimpiade,piala Asia dam juga SeaGames yang menanti setelah ini, dan tentu saja bermain di piala Dunia adalah impian terbesar. Indonesia adalah Negara besar, banyak bibit bibit berbakat yang terlahir dinegeri ini. Bukan mustahil kelak Indonesia akan menjadi kekuatan baru sepak bola di dunia. Belajar dari Negara Slovakia di Piala Dunia kemarin, Negara ini baru merdeka 1994 setelah lepas dari federasi Rusia dan asosiasi sepak bolanya baru terbentuk tahun 1996. Namun hebatnya hanya butuh 14th tim sepakbola mereka mampu menembus putaran final piala dunia bahkan masuk dalam enam belas besar. Hasil yang sangat luar biasa mengingat lawan mereka adalah tim besar semisal juara bertahan Italia. Yunani yang menjuarai Uero 2004 juga bukan Negara besar sepakbola, akan tetapi mereka juga bisa menjadi kampium juara di eropa, walaupun juga musuh yang mereka hadapi adalah negara -negara Imperium sepak bola dunia.
Indonesia, tentu punya lebih banyak peluang untuk berlaga diberbagai turnamen. Negeri ini mempunyai bibit- bibit bakat yang luar biasa dari Sabang sampai Merauke. Dengan jumlah populasi penduduk lebih dari 200 juta jiwa tentu saja tidak susah mendapatkan bibit- bibit hebat di dunia olah raga khususnya persepakbolaan. Tanpa mengesampingkan pemain naturalisasi, Indonesia mempunyai pemain keturunan yang melimpah di luar negeri.
Mengambil pemain naturalisasi tentu juga harus proporsional, dan dalam hal ini pemerintah sudah cukup tegas. Yakni dengan tidak asal memasukan pemain naturalisasi, tidak sembrono dengan tetap mengutamakan bibit lokal. PSSI dan juga pemerintah saat ini sudah cukup ketat memberikan peraturan untuk pemain naturalisasi, terbukti dengan syarat tidak boleh memliki dua kewarganegaraan bagi calon pemain naturalisasi, Irfan Bachdim yang keturunan Indonesia -Belanda dan Cristian Gonzales membuktikannya. Terlepas dari kemelut liga yang terjadi saat ini di Indonesia.
Bahkan Irfan Bachdim menolak disebut pemain naturalisasi karena bermain di Indonesia dan menjadi warga negaranya adalah impiannya sejak kecil. Begitupun Gonzales walaupun tidak ada darah Indonesia, dedikasinya pada tim garuda patut diacungi jempol sebab dialah kunci kemenangan Timnas atas Filipina. Tanpa ada keraguan Gonzales melepas kewarganegaraan Uruguay, Gonzales memperlihatkan rasa niasonalismenya dengan bangga saat sesi latihan, ketika Presiden SBY bertanya tentang kewarganegaraannya Gonzales, “menjawab saya dari Indonesia”. Setiap selesai mencetak gol selalu dia mengatakan gol ini untuk supporter Indonesia, dan dengan iringan selebrasi khasnya yakni mencium garuda di dadanya.
Memanfaatkan pemain naturalisasi tentu tidak ada salahnya jika digunakan secara proporsional sesuai kadar tanpa mengesampingkan pemain lokal. Di Negara-negara besar sepak bola, proses naturalisasi adalah hal yang wajar, bahkan Prancis sendiri negara kampium piala dunia 1998, 80% diisi pemain naturalisasi keturunan. Sang maestro Zenedine Zidan pun bukan asli warga Prancis karena orang tuanya adalah imigran. Dua pemain naturalisasi kita juga tidak sembarangan Gonzales misalnya adalah top skor liga Indonesia lima tahun berturut turut, sedangkan Irfan Bachdim adalah jebolan akademi sepakbola ajang Amsterdam belanda yang kemampuanya di lapangan hijau bisa kita lihat saat ini. Artinya naturalisasi hal yang wajar selama digunakan sesuai kadar, dengan tanpa mengesampingkan para pemain lokal. Tidak ada salahnya juga PSSI memberikan peraturan jelas dengan hanya membatasi 2 sampai 3 pemain naturalisasi saja yang diperbolehkan masuk tim inti. Ini diharapkan bibit- bibit terbaik lokal juga bisa ikut berdedikasi bagi persepak bolaan tanah air.
Dalam pembibitan sepak bola belia juga perlu ditingkatkan. Timnas Indonesia belia sendiri sudah menorehkan catatan manis di ajang Milan Cup di Milan Italia, dengan menjuarai laga, dan yang lebih membanggakan salah satu pemain Indonesia menjadi kapten terbaik di ajang tersebut. Padahal lawan yang dihadapi adalah pemain- pemain eropa yang secara fisik lebih baik dari tim kita. Didalam negeri sendiri sekolah persepak bolaan kita juga meningkat dengan akan didirikanya sekolah akademi Liverpool di Indonesia, Ian Rust sang legenda liverpool siap menjadikan Indonesia basis sepak bola dunia. Pengiriman atlet berbakat untuk berguru di luar negeri juga bisa dijadikan modal tersendiri. Di Uruguay ada beberapa pemain Indonesia yang merumput di liga domestik disana.
Akhirnya tidak ada yang mustahil menjadikan Indonesia kelak menjadi kiblat sepak bola Dunia, minimal di tingkat Asia. Peringkat sepak bola yang semakin meningkat , dengan urutan ke- 18 di Asia menjadi harapan baru bahwa tidak selamanya persepakbolaan kita terpinggirkan. Jayalah terus sepak bola Indonesia.
